Dia


Dia memang benar – benar istimewa. Walopun dia bukan yang sempurna, tapi dia sanggup membuatku selama ini tertahan diantara bayang-bayangmu.

Aku masih mencintai dia...
Sampai saat ini.
Aku masih menyayangi dia...
Sampai saat ini.

Selama ini aku mencoba menepikan bayang dirinya dengan yang lain. Tapi ternyata, dia masih tetap menjadi pemenang di hatiku. Tak ada yang bisa menggantikan sosoknya seperti saat dulu aku dan masih bersama.

Aku memang bodoh, begitu mudah tergoda dengan yang lain.
Dan sebesar apapun sesalku takkan pernah sanggup mengmbalikan dia disini. Di sisiku.

Aku merindukan dia...
Sangat-sangat merindukan dia...

Tuhan...aku mohon, berikan jalanmu, berikan sedikit keajaibanmu ...
Dekatkan dia padaku..
Kembalikan dia padaku..
Aku mohon tuhanku ...
Aku hanya ingin dia...

Mimpi

Pagi ini aku terhenyak, termenung sesaat menerawang ke atas langit-langit kamarku. Ada perasaan perih kembali menggelayuti hatiku. Lagi-lagi, hal yang sudah mulai kulupakan terjadi lagi di malamku. Padahal, aku sudah tak pernah mengharapkan hal itu untuk hadir kembali.


Aku (lagi-lagi) memimpikanmu.Mimpi yang sebenarnya biasa saja. Tapi cukup untuk kembali membasahi luka hatiku yang belum benar-benar kering. Di mimpiku aku berpapasan denganmu, entah dimana tempatnya. Saat itu aku hendak mengambil motorku. Kamu tersenyum. Aku sepintas tak mengenalimu, lama aku memandangmu. Dan ternyata itu kamu. Bersama temanmu. Aku pun menjabat tanganmu, hanya menjabat saja. Tidak ada iringan kata yang keluar dari mulut bodoh ini. Lalu kamu pun berlalu, hanya seperti itu saja.

Kenapa aku tak sanggup untuk mengungkapkan segala resahku di mimpi itu ? aku ingin. Ingin sekali berbicara banyak hal denganmu. Aku ingin menumpahkan segala resahku, bahwa aku masih ... mencintaimu. Ya, aku masih mencintaimu setelah enam tahun kita berpisah. Selama enam tahun itu, kita hanya bertemu sekali saat kita sama-sama mengantri tiket kereta api. Saat itu, lagi-lagi aku pura-pura tak melihatmu. tak ada nyali bagiku untuk sekedar menyapamu. Aku memang bodoh.

Kamu, seseorang yang tak bisa kusebut namanya. Apa sebenarnya maksud dari semua ini? bukankah engkau terlalu membenciku. Kenapa kau seringkali hadir di mimpiku. Berhentilah untuk menyiksaku. Ini semua tak mudah bagiku.
                                       ***
Aku masih menerawang. Ingatanku melayang jauh saat dulu kau masih kugenggam. Ada rasa sesak yang teramat sangat. Saat kau putuskan untuk melepas genggamanku. Enam tahun yang lalu, dan aku menangis. Aku memang lelaki lemah, hanya karenamu aku menangis. 

Oh, kamu yang tak bisa kusebut namanya. adakah sedikit sisa dihatimu tentang aku. Masihkah ada memori tentang kita, enam tahun yang lalu. Ingatkah kamu, walau sedikit tentangku. Atau saat itu kita masih terlalu kecil untuk mengingat segala hal yang terjadi.

Jam di hp ku menunjukkan pukul 07.34 WIB, pikiranku masih terus melayang mengingat tentangmu. Segala tentangmu. Aku lelah, kau hanya hadir di mimpiku. Menyapaku, dan berlalu. Aku ingin lebih lama bersamamu. Jika memang hanya dalam mimpi saja aku bisa merasa dekat denganmu. Siapapun, tolong jangan bangunkan aku. Aku tak ingin terbangun.

Disini Tempatku

Akhirnya ... malam ini aku miliki sebuah tempat untuk menulis. Tempat untukku bercerita mencurahkan segala rasa. Lelah, amarah, gelisah juga tawa yang mengalir dalam detik hidupku. Mungkin tempat ini bukan hanya sekedar tempatku bercerita. Aku bisa berbaring untuk menikmati sendiriku saat malam datang. Saat sepi mencengkeram erat bahuku. Tolong, temani aku.

Aku pernah merasakan lelah. Dan saat itu aku tak memiliki tempat untuk bercerita. Satu pun tak ada. Hanya getir dan pekat disekitarku. Aku hanya diam. Menerima kekalahanku. Tapi kini, aku sanggup bercerita. Karena aku ada disini. Di tempat sederhana ini.

Untuk sang malam, sepi takkan lagi sanggup membungkamku. Tenang saja